Friday, 14 September 2012
Sirah Nabawiyah I : Menjelang Kelahiran Rasulullah
Muhammad adalah keturunan Nabi Ismail-nabi dengan 12 putra yang menjadi
cikal bakal bangsa Arab. Para nenek moyang Muhammad adalah penjaga
Baitullah sekaligus pemimpin masyarakat di Mekah, tempat yang menjadi
tujuan bangsa Arab dari berbagai penjuru untuk berziarah setahun
sekali. Tradisi ziarah yang sekarang, di masa Islam, menjadi ibadah
haji. Salah seorang yang menonjol adalah Qusay yang hidup sekitar abad
kelima Masehi
Tugas Qusay sebagai penjaga ka'bah adalah memegang kunci ('hijabah'),
mengangkat panglima perang dengan memberikan bendera simbol yang
dipegangnya ('liwa'), menerima tamu ('wifadah') serta menyediakan minum
bagi para peziarah ('siqayah').
Ketika lanjut usia, Qusay menyerahkan mandat terhormat itu pada pada anak tertuanya, Abdud-Dar. Namun anak keduanya, Abdul Manaf, lebih disegani warga. Anak Abdul Manaf adalah Muthalib, serta si kembar siam Hasyim dan Abdu Syam yang harus dipisah dengan pisau. Darah tumpah saat pemisahan mereka, diyakini orang Arab sebagai pertanda keturunan mereka bakal berseteru.
Anak-anak Abdul Manaf mencoba merebut hak menjaga Baitullah dari
anak-anak Abdud-Dar yang kurang berwibawa di masyarakat. Pertikaian
senjata nyaris terjadi. Kompromi disepakati. Separuh hak, yakni
menerima tamu dan menyediakan minum, diberikan pada anak-anak Abdul
Manaf. Hasyim yang dipercaya memegang amanat tersebut.
Anak Abdu Syam, Umayah, mencoba merebut mandat itu. Hakim memutuskan
bahwa hak tersebut tetap pada Hasyim. Umayah, sesuai perjanjian,
dipaksa meninggalkan Makkah. Keturunan Umayah-seperti Abu Sofyan
maupun Muawiyah- kelak memang bermusuhan dengan keturunan Hasyim.
Hasyim lalu menikahi Salma binti Amr dari Bani Khazraj -perempuan
sangat terhormat di Yatsrib atau Madinah. Mereka berputra Syaibah (yang
berarti uban) yang di masa tuanya dikenal sebagai Abdul Muthalib
-kakek Muhammad. Inilah ikatan kuat Muhammad dengan Madinah, kota yang
dipilihnya sebagai tempat hijrah saat dimusuhi warga Mekah. Syaibah
tinggal di Madinah sampai Muthalib -yang menggantikan Hasyim karena
wafat-menjemputnya untuk dibawa ke Mekah. Warga Mekah sempat menyangka
Syaibah sebagai budak Muthalib, maka ia dipanggil dengan sebutan Abdul
Muthalib.
Abdul Muthalib mewarisi kehormatan menjaga Baitullah dan memimpin
masyarakatnya. Namanya semakin menjulang setelah ia dan anaknya,
Harits, berhasil menggali dan menemukan kembali sumur Zamzam yang telah
lama hilang. Namun ia juga sempat berbuat fatal: berjanji akan
mengorbankan (menyembelih) seorang anaknya bila ia dikaruniai 10 anak.
Begitu mempunyai 10 anak, maka ia hendak melaksanakan janjinya. Nama
sepuluh anaknya dia undi ('kidah') di depan arca Hubal. Abdullah -ayah
Muhammad-yang terpilih.
Masyarakat menentang rencana Abdul Muthalib. Mereka menyarankannya agar
menghubungi perempuan ahli nujum. Ahli nujum tersebut mengatakan bahwa
pengorbanan itu boleh diganti dengan unta asalkan nama unta dan
Abdullah diundi. Mula-mula sepuluh unta yang dipertaruhkan. Namun tetap
Abdullah yang terpilih oleh undian. Jumlah unta terus ditambah sepuluh
demi sepuluh. Baru setelah seratus unta, untalah yang keluar dalam
undian, meskipun itu diulang tiga kali. Abdullah selamat.
Peristiwa besar yang terjadi di masa Abdul Muthalib adalah rencana
penghancuran Ka'bah. Seorang panglima perang Kerajaan Habsyi (kini
Ethiopia) yang beragama Nasrani, Abrahah, mengangkat diri sebagai
Gubernur Yaman setelah ia menghancurkan Kerajaan Yahudi di wilayah itu.
Ia terganggu dengan reputasi Mekah yang menjadi tempat ziarah
orang-orang Arab. Ia membangun Ka'bah baru dan megah di Yaman, serta
akan menghancurkan Ka'bah di Mekah. Abrahah mengerahkan pasukan
gajahnya untuk menyerbu Mekah.
Mendekati Mekah, Abrahah menugasi pembantunya -Hunata-untuk menemui
Abdul Muthalib. Hunata dan Abdul Muthalib menemui Abrahah yang berjanji
tak akan mengganggu warga bila mereka dibiarkan menghancurkan
Baitullah. Abdul Muthalib pasrah. Menjelang penghancuran Ka'bah
terjadilah petaka tersebut. Qur'an menyebut peristiwa yang menewaskan
Abrahah dan pasukannya dalam Surat Al-Fil. "Dan Dia mengirimkan kepada
mereka "Toiron Ababil", yang melempari mereka dengan batu-batu cadas
yang terbakar, maka Dia jadikan mereka bagai daun dimakan ulat".
Pendapat umum menyebut "Toiron Ababil" sebagai "Burung Ababil" atau
"Burung yang berbondong-bondong". Buku "Sejarah Hidup Muhammad" yang
ditulis Muhammad Husain Haekal mengemukakannya sebagai wabah kuman
cacar (mungkin maksudnya wabah Sampar atau Anthrax -penyakit serupa
yang menewaskan sepertiga warga Eropa dan Timur Tengah di abad 14).
Namun ada pula analisa yang menyebut pada tahun-tahun itu memang
terjadi hujan meteor -hujan batu panas yang berjatuhan atau 'terbang'
dari langit. Wallahua'lam. Yang pasti masa tersebut dikenal sebagai
Tahun Gajah yang juga merupakan tahun kelahiran Muhammad.
Pada masa itu, Abdullah putra Abdul Muthalib telah menikahi Aminah. Ia
kemudian pergi berbisnis ke Syria. Dalam perjalanan pulang, Abdullah
jatuh sakit dan meninggal di Madinah. Muhammad lahir setelah ayahnya
meninggal. Hari kelahirannya dipertentangkan orang. Namun, pendapat Ibn
Ishaq dan kawan-kawan yang paling banyak diyakini masyarakat: yakni
bahwa Muhammad dilahirkan pada 12 Rabiul Awal. Orientalis Caussin de
Perceval dalam 'Essai sur L'Histoire des Arabes' yang dikutip Haekal
menyebut masa kelahiran Muhammad adalah Agustus 570 Masehi. Ia
dilahirkan di rumah kakeknya -tempat yang kini tak jauh dari Masjidil
Haram.
Bayi itu dibawa Abdul Muthalib ke depan Ka'bah dan diberi nama Muhammad yang berarti "terpuji". Suatu nama yang tak lazim pada masa itu. Konon, Abdul Muthalib sempat hendak memberi nama bayi itu Qustam -serupa nama anaknya yang telah meninggal. Namun Aminah -berdasarkan ilham-mengusulkan nama Muhammad itu.
Bayi itu dibawa Abdul Muthalib ke depan Ka'bah dan diberi nama Muhammad yang berarti "terpuji". Suatu nama yang tak lazim pada masa itu. Konon, Abdul Muthalib sempat hendak memberi nama bayi itu Qustam -serupa nama anaknya yang telah meninggal. Namun Aminah -berdasarkan ilham-mengusulkan nama Muhammad itu.
Bayi itu dibawa Abdul Muthalib ke depan Ka'bah dan diberi nama Muhammad
yang berarti "terpuji". Suatu nama yang tak lazim pada masa itu.
Konon, Abdul Muthalib sempat hendak memberi nama bayi itu Qustam
-serupa nama anaknya yang telah meninggal. Namun Aminah -berdasarkan
ilham-mengusulkan nama Muhammad itu.
...bersambung...
sumber : http://firman33.blogspot.com
Labels:
agama,
Islamku,
Sirah Nabawiyah
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment