Wednesday, 23 May 2012
Kisah nyata Pahlawan Islam, Salahuddin Al Ayubi
Kesatria Padang Pasir
Ada dua kesan yang menyebabkan Salahuddin dipandang
sebagai kesatria sejati, baik oleh kawan maupun lawan. Pertama adalah
soal kepiawaiannya dalam taktik pertempuran. Kedua tentang kesalehan dan
kemurah hatiannya.
Bulan Juli 1192, sepasukan muslim menggerebek 12 tenda prajurit kristen, termasuk tenda kerajaan Raja Richard I, di luar benteng kota Jaffa. Richard yang terusik segera bangun dan bersiap bertempur. Pasukannya kalah jumlah, 1:4. Tak peduli, Richard berjalan kaki mengikuti pasukannya menyongsong musuh.
Salahuddin yang melihatnya, berguman dengan tenang pada saudaranya, al-Malik al-Adil,
“Bagaimana mungkin seorang raja berjalan kaki bersama prajuritnya?
Pergilah, ambil dua kuda Arab ini dan berikan padanya. Katakan padanya,
aku yang mengirimkan untuknya. Seorang laki-laki sehebat dia tidak
seharusnya berada di tempat ini dengan berjalan kaki.”
Fragmen di atas dicatat sejarawan kristen dan muslim sebagai salah satu pencapaian tertinggi Salahuddin Al Ayubi sebagai seorang ksatria. Walau berada di atas angin, dia tetap menginginkan pertempuran yang adil bagi setup musuhnya.
Salahuddin lahir di sebuah kastil di Takreet, tepi Sungai Tigris di Irak pada tahun 1137 Masehi atau 532 Hijriyah. Name aslinya adalah Salah al-Din Yusuf bin Ayub. Ayahnya, Najm ad-Din masih keturunan Kurdi dan menjadi pengelola kastil tersebut bersama adiknya, Shirkuh.
Pada saat menjelang kelahirannya, terjadi peristiwa sedih dalam keluarga besarnya. Shirkuh bertengkar dan kemudian membunuh komandan gerbang kastil yang bernama Isfahsalar. Shirkuh mendapat laporan dari seorang wanita yang telah dilecehkan sfahsalar. Akibat peristiwa tersebut, keluarga besar Najm ad-Din diusir.
Mereka kemudian bertolak ke Mosul. Di Mosul, mereka bertemu dan membantu Zangi, seorangpemimpin Arab yang mencoba menyatukan wilayah Islam yang tercerai-berai dalam beberapa wilayah kerajaan kecil seperti Suriah, Antiokhia, Aleppo, Tripoli, Horns, Yerusalem dan Damaskus. Zangi yang beraliran Sunni
berhasil menjadi penguasa di seluruh Suriah dan bersiap menghadapi
serbuan Tentara Salib dari Eropa yang saat itu sudah mulai memasuki
tanah Palestina.
Zangi meninggal tahun 1146 setelah menundukkan Edessa, sebuah propinsi pendukung Eropa, dan kemudian digantikan oleh Nuruddin. Di bawah bimbingan Zangi dan Nuruddin, pelan-pelan Salahuddin yang bertubuh kecil, rendah hati, santun, penuh belas kasih namun juga cerdas ini menemukan jalan hidupnya.
Pada tahun 1163, Nuruddin mengutus Shirkuh untuk menundukkan Mesir yang dipimpin kekhalifahan Fatimah yang beraIiran Syi’ah.
Setelah mencoba kelima kalinya, Shirkuh berhasil menundukkan Mesir
tanggal 8 Januari 1189. Namun dua bulan kemudian, dia meninggal secara
mendadak dan diperkirakan diracun.
Nuruddin kemudian mengangkat Salahuddin menggantikan Shirkuh. Salahuddin dianggap masih sebagai bocah yang lembek dan lemah sehingga mudah dikontrol. Nurruddin tentu tidak mempunyai pesaing kuat yang mempunyai kekuasaan besar di Kairo. Namun prediksi Nuruddin ternyata salah.
Salahuddin segera mengorganisir pasukan
dengan mengembangkan perekonomian untuk menghadapi serbuan balatentara
Salib yang ingin merebut Mesir. Dalam kurun waktu 1169 hingga 1174 itu,
Mesir di bawah pimpinan Salahuddin menjelma
menjadi kerajaan yang kuat. Serbuan tentara Salib berkali-kali dapat
dipatahkan. Namun kegemilangan Salahuddin malah membuat Nuruddin khawatir. Hubungan keduanya memburuk dan pada tahun 1174 itu Nuruddin mengirim pasukan untuk menundukkan Mesir.
Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih. Saat armadanya tengah dalam perjalanan, Nuruddin meninggal
dunia pada ranggal 15 Mei. Kekuasaan diserahkan pada putranya yang barn
berusia 11 tahun. Pertempuran urung terjadi. Bahkan Salahuddin
berangkat menuju Damaskus untuk menyampaikan belasungkawa.
Kedatangannya dielu-elukan dan diharapkan mau merebut kekuasaan. Namun Salahuddin yang santun malah berniat menyerahkan kekuasaan pada raja yang masih belia namun sah.
Ketika raja belia tersebut tiba-tiba juga sakit dan meninggal dunia,
mau tak mau Salahuddin diangkat menjadi Sultan bagi kekhalifahan Suriah
dan Mesir, pada tahun 1175.
Hattin
Pada waktu Salahuddin berkuasa, Perang Salib telah memasuki fase kedua. Walaupun tentara Salib berhasil menguasai kola suci Yerusalem (Perang Salib fase pertama), namun mereka tidak berhasil menaklukkan Damaskus dan Kairo. Bahkan Zangi berhasil membebaskan Edessa yang sebelumnya berada dalam kekuasaan Eropa. Kekuatan Muslim sedang menuju (alan kemenangan, menurut sejarawan Arab.
Dengan menguasai Mesir dan Suriah, Palestine. Ketika dinobatkan
menjadi Sultan, Salahuddin berujar, ” Saat Tuhan memberiku Mesir, aku
yakin Dia juga akan memberiku Palestina! Namun seat itu antara Salahuddin dan Raja Yerusalem, Guy de Lusignan mengadakan gencatan senjata.
Fase ketiga Perang Salib dipicu penyerangan rombongan peziarah dari Kairo yang hendak menuju Damaskus oleh Reginald de Chattillon,
penguasa kastil di Kerak yang juga merupakan bagian dari kerajaan
Yerusalem. Kafilah yang hendak menunaikan haji ini juga membawa saudara
perempuan Salahuddin. Pengawal kafilah dibantai dan anggota rombongan ditahan, termasuk saudara perempuan Salahuddin. Dengan demikian, gencatan senjata berakhir dan Salahuddin sangat murka.
Pada Mares 1187, setelah bulan suci Ramadhan, Salahuddin
menyerukan Jihad. Pasukan muslim mulai bergerak, menaklukkan satu
persatu benteng-benteng pasukan kristen. Puncak kegemilangan Salahuddin
terjadi pada pertempuran di kawasan Hattin.
Tangga13 Juli yang kering, 25.000 tentara muslim mengepung tentara
kristen yang berjumlah sedikit lebih besar, di daerah pegunungan Hattin
yang menyerupai tanduk. Pasukan muslim terdiri dari 12.000 kavaleri dan
sisanya infanteri. Kavaleri mereka yang merupakan pasukan utama,
menunggang kuda Yaman yang gesit. Mereka juga menggunakan pakaian katun
ringan yang disebut kazaghand, untuk meminimalisir pangs terik padang
pasir. Mereka terorganisir dengan baik, karena menggunakan bahasa yang
same yaitu bahasa Arab. Dengan dibagi dalam skadron-skadron kecil,
mereka menggunakan taktik hit and run.
Sementara pasukan kristen dibagi dalam tiga bagian. Bagian depan pasukan terdiri dari ordo (kristen) Hospitaler yang dipimpin Raymond
dari Tripoli. Bagian tengah terdiri dari batalion kerajaan yang
dipimpin oleh Raja Guy de Lusignan yang membawa Salib Sejati sebagai
jimat pasukan. Bagian belakang terdiri dari ordo (kristen) Templar yang
dipimpin oleh Balian dari Ibelin. Namun bahasanya bercampur antara
lnggris, Perancis dan beberapa bahasa Eropa lainnya. Seperti lazimnya
tentara dari Eropa, mereka semua mengenakan baju zirah besi.
Salahuddin memanfaatkan celah-celah ini.
Malam harinya, pasukannya membakar rumpus kering di sekelilingpasukan
kristen yang sudah sangat kepanasan dan kehabisan air. Keesokan harinya,
Salahuddin membagikan anak panah tambahan pada pasukan kavaleri.
Gunanya untuk membabat habis kuda-kuda tunggangan musuh. Tanga kuda dan
payah karena kepanasan, pasukan kristen tampak menyedihkan.
Akibatnya sungguh mengenaskan bagi pasukan kristen. Hampir semua
pasukan terbunuh. Raymond dari Tripoli dan Balian dari Ibelin berhasil
lolos. Namun Raja Guy dan Reginald de Chatillon
berhasil ditangkap. Jimat Salib Suci berhasil direbut pasukan muslim
dan dibawa ke Damaskus sebagai barang rampasan. Terhadap semua
tawanannya, Salahuddin memberi dua pilihan. Menerima Islam dan
dibebaskan atau menolak tapi dieksekusi. Chatillon yang menolak langsung
dipancung. Namun pilihan itu tidak herlaku bagi Raja Guy. Salahuddin
memberi alasan, “Sesama raja tidak boleh saling membunuh!”
Beberapa tahun kemudian, Raja Guy berhasil ditebus oleh pasukan kristen dan dibebaskan.
Beberapa tahun kemudian, Raja Guy berhasil ditebus oleh pasukan kristen dan dibebaskan.
Yerusalem
Dari Hattin, Salahuddin bergerak membebaskan kota-kota Acre, Beirut dan Sidon di Utara. Dia juga bergerak membebaskan Jaffa, Caesarea, Arsuf hingga Ascalon di Selatan. Sekarang saatnya membebaskan kota impian, kota suci Yerusalem.
Dalam membebaskan kota-kota tersebut, Salahuddin senantiasa
mengedepankan jalan diplomasi, yaitupenyerahan kota secara sukarela,
laripada pasukannya menyerbu kota.
Salahuddin sendiri tidak tinggal di istana megah. Ia justru tinggal di masjid kecil bernama Al-Khanagah di Via (jalan Do-lorossa,
dekat Gereja Makam Suci. Kantornya terdiri dari dua ruangan
berpene¬rangan minim yang luasnya nyaris talc mampu menampung 6 orang
yang duduk berkeliling. Salahuddin sangat menghindari korupsi yang wring
menghinggapi pars raja pemenang perang.
Setelah Salahuddin kembali menguasai Yerusalem, maka kota suci dari
tiga agama (Yahudi, Kristen dan Islam) ini tidak berpindah tangan dari
penguasa muslim hingga abed ke-20, Setelah Perang Dunia I, ketika daerah
Palestina dikuasai Inggris dan akhirnya diserahkan pada kaum Yahudi untuk dibentuk negara Israel.
Salahuddin juga berhasil mempertahankan Yerusalem dari serbuan prajurit kristen pimpinan Richard “Si Hati Singa“. Richard mengepung Yerusalem dua kali, yaitu bulan Desember 1191 dan bulan Juni 1192. Namun Salahuddin mampu membuat Richard frustasi dan akhirnya kembali ke Eropa tanpa pernah menyentuh tanah Yerusalem.
Salahuddin meninggal pada 4 Maret 1193 di
Damaskus. Para pengurus jenazahnya sempat terperangah karena ternyata
Salahuddin tidak mempunyai harta. Ia hanya mempunyai selembar kain kafan
lusuh yang selalu dibawanya dalam setiap perjalanan dan uang senilai 66
dirham Nasirian (mata uang Suriah waktu itu)
di dalam kotak besinya. Untuk mengurus penguburan panglima alim
tersebut, mereka harus berhutang terlebih dahulu.
sumber : http://sejarahperang.com
Labels:
agama,
Islamku,
kisah nyata,
militer
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment