Monday, 18 June 2012
Kisah algojo pancung Arab Saudi "Saad Al-Beshi", dengan pedang seharga Rp 46 juta rata-rata memenggal tujuh kepala sehari
Dan Kami tetapkan atas mereka di dalamnya (Taurat) bahwa jiwa dibalas
dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan
telinga, gigi dengan gigi, dan luka luka pun ada Qisasnya. Barangsiapa
yang melepaskan hak Qisas, maka melepaskan hak itu jadi penebus dosa
baginya. Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang
diturunkan Allah, maka mereka adalah orang-orang yang zalim." [Al Maa-idah:45]
Dalam kasus pembunuhan, hukum qisas memberikan hak kepada keluarga
korban untuk meminta hukuman mati kepada pembunuh. Dan menurut hukum
Islam pula, hukum Qisas dianggap gugur selama korban dan keluarga atau
walinya memaafkan si pelaku.
Meski demikian dikatakan Al Qur'an
bila hak Qisas dilepaskan oleh korban maka itu menjadi penebus dosa bagi
mereka. Keluarga korban dapat memaafkan pembunuh dan meminta penebus
dalam bentuk materi.
Hukuman Qishas pernah menjadi buah
bibir di Indonesia seiring berita seorang tenaga kerja berasal dari
Indonesia yang menjalani satu di antara bentuk hukuman dalam Islam,
karena dikabarkan terbukti membunuh ibu majikannya. Secara luas, publik
sudah banyak mengetahui bentuk Qishas.
Adalah Muhammad Saad al-Beshi, algojo
atau 'pemenggal Kepala' ternama. Diantara dua pemancung Saudi lainnya;
Ahmad Rezkallah dan Abdallah Al-Bishi, Muhammad Saad al-Beshi adalah
yang paling terkenal di Arab Saudi. Beberapa waktu lalu Kepada Arab News,
Ia pernah bercerita tentang kehidupannya yang diklaim seperti kehidupan
orang kebanyakan. Orang tidak takut dengan profesinya sebagai seorang
penjagal.
''Di
negara ini, kami memiliki masyarakat yang memahami hukum Tuhan, Tidak
ada yang takut terhadap saya. Saya memiliki kehidupan normal seperti
orang-orang lain. Tidak ada yang aneh dalam kehidupan sosial saya,''
katanya.
Muhammad Saad Al-Beshi memulai kariernya di penjara di Taif. Kerjanya adalah memborgol dan menutup mata terpidana sebelum menjalani eksekusi pancung.
''Karena latar belakang tersebut, saya mengembangkan semangat saya untuk menjadi algojo,'' katanya.
Ketika ada lowongan, Muhammad Saad Al-Beshi melamar dan langsung diterima. Tugas pertamanya pada 1998 di Jeddah.
''Terpidana diikat dan ditutup
matanya. Dengan satu ayunan pedang, saya menebas kepalanya. Kepala
menggelinding beberapa meter,'' ceritanya.
Muhammad Saad Al-Beshi mengaku
sempat gemetar ketika pertama kali menjalani tugas tersebut. Namun
Muhammad Saad Al-Beshi, yang biasa memancung tujuh kepala sehari, kini
tenang tiap kali menuntaskan tugasnya memancung kepala terpidana.
''Saya tenang menjalankan tugas ini karena saya melakukan tugas Tuhan,'' katanya.
''Bagi saya, tidak masalah harus memancung berapa kepala. Selama itu merupakan tugas Tuhan, jumlah tidak menjadi masalah.''
Meski tugasnya memancung kepala orang, Muhammad Saad Al-Beshi mengaku tetap menghormati keluarga korban yang dipancungnya.
Seperti diberitakan Arab News,
Muhammad Saad Al-Beshi memiliki tradisi tiap kali akan memancung seorang
terpidana. Dia akan mengunjungi keluarga korban untuk meminta maaf
karena dia besok akan memancung anggota keluarga mereka.
''Saya selalu berdoa kepada
Tuhan agar narapidana mendapat harapan baru. Saya selalu menjaga harapan
tersebut tetap hidup,'' katanya.
Pedang Seharga Rp 46 Juta
Muhammad Saad Al-Beshi tidak bersedia
membeberkan gaji sebagai algojo karena itu merupakan kesepakatan dengan
pemerintah Arab Saudi. Namun, menurut Muhammad Saad Al-Beshi, gaji bukan
hal penting bagi dirinya.
Namun demikian, Muhammad Saad
Al-Beshi setidaknya mendapat hadiah pedang dari pemerintah yang nilai
terbilang cukup mahal. Dia menyebutkan harga pedangnya sekitar 20 ribu
riyal (Rp 46 juta).
''Pedang ini adalah pemberian
dari pemerintah. Saya rajin merawat dan mengasahnya. Saya selalu
memastikan tidak ada noda darah yang tertinggal di pedang,'' kata
Muhammad Saad Al-Beshi seperti dikutip Arab News.
''Pedang ini sangat tajam. Orang-orang merasa terheran-heran betapa cepatnya pedang ini memisahkan kepala dari badan.''
Banyak orang menyaksikan saat Muhammad Saad Al-Beshi menjalankan tugasnya.
''Ada yang takut ketika melihat
eksekusi. Saya tidak tahu kenapa mereka datang dan melihatnya jika
merasa mual ketika menyaksikannya. Saya? Saya tetap bisa tidur
nyenyak,'' ujarnya.
Tak tega memenggal Korban Wanita
Muhammad Saad Al-Beshi
sebenarnya tidak tega ketika harus mengeksekusi pancung terhadap korban
wanita. Namun, dia harus kuat menjalankan tugas eksekusi tersebut karena
eksekusi pancung adalah tugas dari Tuhan.
Muhammad Saad Al-Beshi mengeksekusi beberapa wanita tanpa keragu-raguan.
''Meskipun, faktanya adalah saya
benci melakukan kekerasan terhadap wanita,'' kata Muhammad Saad
Al-Beshi seperti dikutip Arab News.
Muhammad Saad Al-Beshi mengaku
tidak ada perbedaan antara memancung pria atau perempuan. Perbedaannya
hanya eksekusi pemancungan wanita mesti menggunakan hijab.
''Tidak ada yang boleh mendekat ketika waktu eksekusi akan dilaksanakan,'' tuturnya.
Dia biasanya mendapat pilihan senjata saat mengeksekusi wanita.
''Ini tergantung pada apa yang
mereka minta untuk saya gunakan. Mereka terkandang meminta saya untuk
menggunakan pedang dan terkadang senjata. Tapi, kebanyakan saya
mengeksekusi dengan menggunakan pedang,'' ujar Saad.
Pesan Terakhir Korban
Saad Al-Beshi mengaku kebanyakan
korban biasanya sudah pasrah ketika akan menjalani eksekusi pemancungan.
Tapi, mereka tetap berharap pengampunan di detik-detik terakhir.
Namun, percakapan terakhir
antara Muhammad Sa’ad Al-Beshi dan korban di tempat eksekusi pemancungan
adalah dia memerintahkan kepada korban untuk mengucapkan kalimah
syahadat.
“Hati dan pikiran mereka diambil
dengan mengucapkan syahadat. Ketika mereka menuju tempat eksekusi,
kekuatan mereka semakin melemah. Saya kemudian membacakan perintah
eksekusi lalu memberi aba-aba untuk memulai eksekusi,” Ujar Saad.
''Saya selalu memiliki harapan hingga detik-detik terakhir pemancungan,'' katanya.
Kendati
demikian, Saad selalu berdoa kepada Allah (swt) agar narapidana yang
akan dia penggal mendapat harapan, yakni agar pelaku tersebut dimaafkan
oleh keluarganya, sehingga eksekusi tidak jadi dilaksanakan.
''Namun, ketika perintah Tuhan tersebut (telah) datang, saya harus melaksanakannya,'' tutur Muhammad Saad Al-Beshi.
Dalam hal ini, Hukum Qisas akan dianggap selamanya gugur jika korban dan keluarganya ataupun walinya telah memaafkan sang pelaku.
Dalam hal ini, Hukum Qisas akan dianggap selamanya gugur jika korban dan keluarganya ataupun walinya telah memaafkan sang pelaku.
sumber : atjehcyber
Labels:
Islamku,
kisah nyata
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment