Sunday, 20 November 2011

Pesawat Siluman China J-20 Yang Membikin AS Khawatir

pesawat siluman (stealth) J-20

Tanggal 10 Januari lalu menjadi momen yang penting bagi militer China. Walaupun masih dalam tahap uji coba, suksesnya uji terbang prototipe pesawat siluman (stealth) J-20 itu menjadi bukti dari pencapaian yang signifikan bagi China, khususnya industri pertahanannya. Diperkirakan J-20 dibuat berdasarkan rancangan pesawat Mikoyan 1.44 Rusia.

Rancangan pesawat Mikoyan 1.44 Rusia
rancangan Mikoyan 1.44 pertama kali ditampilkan kepada publik, akhir 1990-an. Pada akhirnya, program Mikoyan 1.44 ini ditolak oleh Kementerian Pertahanan Rusia karena kurang memiliki teknologi pengelak radar. Proyek pesawat tempur generasi kelima Rusia kemudian diserahkan kepada pesaing Mikoyan waktu itu, Sukhoi.

Berita soal uji terbang pesawat siluman J-20 oleh China itu menjadi perhatian dunia karena dilangsungkan menjelang kunjungan empat hari Menteri Pertahanan Amerika Serikat Robert Gates ke China. Dan, menjelang kunjungan Presiden China Hu Jintao ke Washington DC, Amerika Serikat.

Militer China bukan lagi militer China yang lama, yang mengandalkan jumlah prajurit. China telah berubah menjadi salah satu negara industri besar, karena itu dengan sendirinya postur militer China pun berubah menjadi militer yang modern.

Pada akhir tahun 2005, China baru saja menyelesaikan putaran terakhir pengurangan personel sebanyak 200.000 orang. Dengan pengurangan tersebut, personel Angkatan Bersenjata China berjumlah sekitar 2,3 juta orang. Dengan memasukkan milisi dan pasukan cadangan, jumlah total personel Angkatan Bersenjata China mencapai 3,2 juta. Dan, dalam memodernisasi kemampuan angkatan bersenjatanya, China mendapatkan bantuan dari Rusia.

Keberhasilan China mengirimkan orang keluar angkasa dengan pesawat ruang angkasa Shenzou 5, dan kembali dengan selamat di Bumi, menjadikan China dapat disejajarkan dengan Rusia dan Amerika Serikat. Rusia pertama kali menerbangkan Yuri Gagarin dengan dengan pesawat Vostok pada 12 April 1961, diikuti Amerika Serikat yang menerbangkan John H Glenn Jr dengan pesawat Mercury-Atlas Friendship 7 pada 20 Februari 1962. China mengirimkan Yang Liwei ke ruang angkasa dengan pesawat Shenzou 5 pada 15 Oktober 2003.

Memang, dibandingkan dengan Rusia dan Amerika Serikat, China tertinggal 40 tahun, tetapi dari 195 negara di dunia saat ini, China adalah nomor tiga, suatu prestasi yang tidak dapat dianggap remeh.

Di masa lalu, di masa Perang Dingin, dengan bekerja sama dengan Rusia (dulu Uni Soviet), China memproduksi pesawat tempur MiG. Pada tahun 2006, China yang membeli pesawat tempur terbaru dari Rusia, termasuk pesawat multiperan Su-30MKK dan pesawat pemukul maritim Su-30MK2, guna melengkapi pesawat tempur Su-27 yang sudah lebih dulu ada.

Su-30MKK

Dan, pada saat itu, China tengah memproduksi versi sendiri dari Su-27SK, F-11, di bawah lisensi Rusia. Bahkan, diberitakan bahwa tahun sebelumnya, China tengah mengupayakan negosiasi ulang kesepakatan untuk memproduksi pesawat multiperan Su-27SMK.

Bukan itu saja, pada tahun 2010, China juga memproduksi pesawat berbadan lebar Airbus A320 di kawasan industri yang baru dikembangkan di Tianjin Binhai. Kawasan industri baru di Tianjin Binhai itu akan menjadi pusat industri penerbangan dan dirgantara, petrokimia, dan energi alternatif.

Oleh karena itu, tidak mengherankan apabila pada akhirnya China dapat membuat pesawat siluman J-20 yang diuji terbang pada 10 Januari lalu. Sebagaimana diberitakan, uji terbang itu berlangsung sukses. Namun, yang masih harus diuji coba adalah seberapa siluman pesawat tersebut, atau seberapa besar kemampuan pesawat itu bersembunyi dari deteksi radar.



Disebut-sebut bahwa pesawat siluman J-20 ini akan mulai dioperasikan oleh Angkatan Udara China paling cepat pada tahun 2017. Pesawat itu disebut mampu mencapai kawasan Guam milik AS di tengah Samudra Pasifik dan akan dipersenjatai dengan rudal-rudal berkemampuan tinggi.

Chengdu J-20, pesawat jet stealth pertama Cina. Dengan panjang 23 meter, pesawat yang dijuluki elang hitam itu jauh lebih besar dan berat dibandingkan dengan pesawat sejenisnya, semisal F-22 Raptor milik Amerika Serikat dan Sukhoi T-50 dari Rusia. Pesawat ini adalah adalah perpaduan antara teknologi mesin Rusia dan desain bodi pesawat mirip F-22 yang dapat menghindari deteksi radar.

 J-20 (china) vs F-22 Raptor (AS)

Pesawat bermesin kembar dengan satu awak itu memiliki rentang sayap sekitar 14 meter, dan diperkirakan memiliki berat 34-36 ribu kilogram ketika lepas landas. Para analis militer memperkirakan pesawat prototipe itu menggunakan mesin Saturn 117S buatan Rusia. Namun Cina mengklaim dua mesin turbofan berdaya dorong 13.200 kilogram/WS-10 yang dilengkapi dengan nozzle thrust vector controlled (TVC) ini sepenuhnya buatan dalam negeri.



Dari foto-foto yang diambil di sekitar Chengdu Aircraft Design Institute di Provinsi Sichuan, sebelah barat Cina, tempat pesawat itu dikembangkan, diperlihatkan bahwa J-20 mempunyai bodi yang panjang dan lebar dengan sayap utama berbentuk delta, canard, kanopi berbentuk gelembung, dan saluran pembuangan mesin  konvensional berbentuk melingkar. Dalam tes runway, bagian depan pesawat itu berujung tajam seperti F-22 Raptor, namun badan dan ekornya mirip prototipe Sukhoi T-50.
Matthew Buckley, pilot jet tempur Angkatan Laut Amerika, yakin J-20 memiliki kemampuan siluman yang hebat bila dilihat dari bentuk luar pesawat yang berlekuk-lekuk, mengindikasikan teknologi stealth di dalamnya. Pesawat itu juga tak banyak dilengkapi dengan komponen eksternal, seperti tangki bahan bakar dan misil. "Pesawat itu dirancang untuk mengurangi tanda-tanda yang dapat terbaca radar," ujarnya. "Pesawat itu mempunyai teknologi stealth yang hebat. F-18 yang saya pakai terlihat seperti truk besar dalam radar. Pesawat itu ada kemungkinan sama sekali tidak tampak."

Richard Fisher, senior fellow hubungan militer Asia di International Assessment and Strategy Center, think tank keamanan di Washington, menyatakan bahwa pejabat Cina mengaku program itu bertujuan menandingi F-22 Raptor. "Pesawat itu memiliki potensi besar mengalahkan F-22, dan jauh lebih unggul dibanding F-35," katanya.


Fisher menyoroti teknologi stealth Chengdu J-20 dan kemampuannya melakukan super-cruise atau terbang dengan kecepatan supersonik tanpa perlu menggunakan afterburner yang menyedot banyak bahan bakar. Dia mengatakan J-20 mempunyai kemampuan supermanuver karena mesin thrust-vectored yang membuatnya bisa membelok tajam.

Sang "elang hitam" dianggap sebagai langkah luar biasa Angkatan Udara Cina, yang selama ini masih mengandalkan pesawat buatan asing. "Pesawat itu akan segera mengadakan penerbangan perdananya dalam waktu dekat," kata Peter Felstead, editor Jane's Defence Weekly.

Meski masih beberapa tahun lagi sebelum J-20 dapat beroperasi, pesawat itu telah membuat Amerika Serikat merasa was-was bakal kehilangan dominasi di kawasan Pasifik. Namun Duta Besar Cina untuk Inggris, Liu Xiaoming, menegaskan bahwa negerinya tak berambisi menyaingi kekuatan militer Amerika di Pasifik barat. "Kami bukanlah rival Amerika," ujarnya. "Kami percaya Amerika dan Cina dapat bekerja sama di kawasan itu."

sumber : dari berbagai sumber

No comments:

Post a Comment