Thursday, 7 June 2012
Lagu "goyang dombret" pernah mengusik ketenangan ibadah thawaf di tanah suci
Pesawat berjenis Boeing 747-400 telah melaju menembus gelapnya awan.
Tidak terasa, sudah hampir lebih enam jam pesawat dengan konfigurasi double deck
dan berkapasitas 506 tempat duduk ini berjalan. Jam menunjukkan hampir
subuh. Para penumpang yang mayoritas adalah jamaah umroh ini masih
terlihat pulas. Beberapa di antaranya masih terlihat mendengkur,
bersaing dengan deru suara pesawat.
Tiba-tiba, seorang terdengar suara pramugari mengumumkan, tanda
shalat subuh telah tiba. Seorang penumpang, berbadan tinggi besar, di
dereten kursi no 27 D, berdiri dan menghadap ke belakang.
“Bapak-bapak, ibu-ibu, silahkan ambil tayammum dan kita shalat subuh berjamaah,” ujarnya.
Setelah lima menit, setelah 26 penumpang di belakangnya siap, ia baru
memulai menjadi imam dengan suara keras. Bahkan suara “Amin” saat ia
usat membaca surah Al-Fatihah begitu keras
Meski suara makmum terdengar bergemuruh memenuhi ruang pesawat.
Sebagian besar di antara mereka tetap menikmati tidur. Beberapa di
antaranya ada yang tergugah dan cepat-cepat mengikuti shalat begitu
mendengar suara keras “amin” dari makmum. Sebagaian, bahkan menarik
selimutnya dari terpaaan Air Conditioner (AC).
Pria tinggi besar itu adalah Ahmad Rosyidin. Seorang pembimbing umroh
dan haji dari Mihrob Qolbi, Jakarta, yang saat itu sedang membawa
jamaah umroh sebanyak 26 orang.
Lebih 30 menit berlalu, awak kabin yang tampil wangi dan rapi (yang
wanita menggunakan jilbab) datang membawa makanan. Menarik, karena
tiba-tiba, jamaah yang tadi terlihat tidur pulas, tiba-tiba bangun dan
memesan makanan.
Dua jam setelah awak kabin membersihkan sisa makanan dan menarik selimut, ia mengumumkan sebentar lagi, pesawat akan mendarat.
“Sebentar lagi kita akan mendarat di Bandara Cengkareng. Silahkan
memasang sabuk pengaman dan menegakkan sandaran kursi,” ujarnya.
Hingga pesawat landing dengan mulus tepat pukul 08.15 pagi
waktu Indonesia, banyak penumpang terlihat belum shalat subuh. Hingga
akhirnya semua penumpang bersiap turun. Sebagian menyalakan handphone dan Blakcberry (BB) masing-masing.
Seorang jemaah muda, berteriak dengan kencang. “Chelsea menang 4:3,” ujarnya pada kerabatnya di bangku belakang.
Rupanya, ia baru saja membuka berita dari sebuah situs online, pertandingan memperebut trofi Liga Champions antara Chelsea dengan Bayern Munich dalam drama adu penalti.
Bukan Semata Bisnis
Pemandangan seperti ini bukan sesuatu yang aneh bagi jamaah haji atau
umroh asal Indonesia.Tak sedikit jemaah asal Indonesia tidak paham adab
dan hukum-hukum memasuki tanah haram. Yang menyedihkan, banyak di
antara mereka tak bisa membedakan kehadirannya di Kota Suci Makkah al
Mukarramah dan Madinah al Munawwarah karena panggilan Allah Subhanahu
Wata’ala semata.
Pernah di sebuah media nasional, jamaah haji di seluruh dunia
dikejutkan dengang nada dering dari handphone seorang jamaah asal
Indonesia yang yang kala itu sedang thawaf. Bukan apa-apa, kala itu,
nada deringnya berbunyi keras dengan nada lagu “goyang dombret” di dekat
Ka’bah.
Kasus seperti ini diakui Sholeh (bukan nama sebenarnya). Mahasiswa
tahun kedua di Universitas Ummul Quro’ Saudi Arabiyah ini menuturkan,
dirinya kadang bersedih melihat tingkah-pola jamaah haji dan umroh asal
Indonesia. Pria yang mengaku telah dua tahun menjadi pembantu pembimbing
jamaah haji dan umroh ini mengeluh, karena seringnya ia mendapat
pertanyaan dari warga Saudi atau warga asing yang beribadah di tanah
suci tentang kejanggalan dan hal-hal yang dinilai aneh tentang warga
Indonesia.
Pernah dalam perjalanan umroh di tahun 2009, dia hampir dibuat malu
oleh salah satu jamaahnya, kebetulan istri seorang pejabat di Jakarta,
berangkat ke Masjid Haram Makkah dengan dandanan menor.
“Dari hotel, dia sudah mengenakan pakaian (maaf) menor dan memperlihatkan lekuk-tubuhnya,” ujarnya mengenang.
Hal-hal lain yang juga sering membuatnya malu dan membuat ia sering
diledek warga lokal (Saudi), adalah jamaah umroh yang dengan gaya penuh
menggoda saat menawar barang-barang di toko atau di di jalan sepulang
dari shalat di Masjid Nabawi atau Masjidil Haram.
“Padahal, bagi warga Saudi, adalah aib besar, seorang wanita menawar dengan gaya seperti itu.Apalagi tanpa mahram.”
Akibat ulah jamaah itu, ia sering dibuat malu. Sehingga orang-orang
Arab dan Timur Tengah punya kesan, wanita-wanita asal Indonesia itu
gampangan.
“Ya shodiq, mereka ini Tamu Allah atau plesir?”, begitu seorang teman Arab nya pernah bertanya tentang perilaku jamaah asal Indonesia.
Sholeh menilai, dari pengalamannya menjadi pembantu pembimbing, dua hal yang menyebabkan itu terjadi. Pertama, banyak jamaah kurang paham tentang; adab, akhlaq, sikap dan fikih (hukum) ketika mereka datang ke Kota Suci. Kedua,
kurangnya pembimbingan yang memadai dari perusahaan pemberangkatan
jamaah haji dan umroh (KBIH), tentang untuk apa dan bagaimana seharusnya
datang ke Tanah Suci.
Berdasarkan pengalaman itulah, Ahmad Rosyidin dari Mihrob Qolbi
mengakui, menejemen di KBIH nya sepakat dalam urusan mengantar jamaah
haji dan umroh yang “tidak biasa”. “Tidak biasa” yang dia maksud adalah
melayani jamaah haji dan umroh tidak semata-mata bisnis, tapi ada sisi
lain, yakni berhidmat membantu jamaah mendapatkan sesuatu dalam
perjalanan memenuhi panggilan Allah SWT tersebut.
“Salah satu aqad perjanjian yang kami rasakan paling berat saat
menjadi pembimbing adalah pasal di mena mengatakan bahwa sah dan
tidaknya ibadah jamaah itu ada di tangan pembimbing,” ujar Rasyidin.
Karena itulah, Rasyidin mengaku, sejak sebelum berangkat, sampai pada
perjalanan pertama hingga akhir, jamaahnya terus mendapat bimbingan dan
ada evaluasi yang ketat. Khususnya menyangkut adab, tata-krama di Kota
Suci hingga masalah-masalah menyangkut fikih ibadah. Bahkan yang
menarik, bimbingan dan pembinaan ruhani ini terus dilakukkan, sampai
jamaah pulang ke tanah air.
Ia megakui, selama beberapa kali mengantar jamaah, belum ada sikap
aneh-aneh dari jamaahnya saat menjadi Tamu Allah. Menurutnya, ini
terjadi karena bimbingan dan pengawasan dilakukan terus-menerus. Bukan
apa-apa, hal-hal kecil sangat diperhatikan. Termasuk tentang adab dan
akhlak saat masuk ke tanah suci, tentang cara berpakaian, perilaku
menghadapi pedagang saat belanja dll.
Ia pernah memperhatikan kasus lucu sekaligus menyedihkan. Di mana ia
mendapati seorang jamaah umroh dari KBIH tertentu yang berbisik pada
temanya, jika ia masih menggunakan celana dalam saat masih menggunakan
pakaian ihram. Ada juga yang lain, beberapa jamaah asal Indonesia
melakukan sa’i di Sofa dan Marwah menggunakan baju biasa.
Rosyidin khawatir, kasus-kasus seperti itu akan terus terjadi jika
semua yang berkaitan dengan masalah haji dan umroh sekedar urusan
bisnis. Padahal seharusnya tidak begitu.
“Kami menilai, haji dan umroh ini kan urusan dengan Allah, namanya
saja mereka di sebuh sebagai tamu Allah. Karena itu, seharusnya, urusan
haji dan umroh tidak semata-mata hanya urusan bisnis, tapi ada faktor
lain, yakni, ibadah. Yakni, bagaimana bisa beramal untuk mengantar orang
memenuhi panggilan Allah secara sempurna agar ketika pulang, ibadahnya
benar-benar mabrul dan makbul,” tambah Rasyidin yang mengaku pernah
menjadi “ajudan” dai kondang, KH Abdullah Gymnastiar atau akrab
dipanggil Aa Gym ini.
Sebut saja Abdul Rasyid (54), seorang pejabat di seuah institusi
pemerintahan di Jakarta mengakutelah puluhan kali haji (apalagi umroh).
Selama itu pula, ia sering berganti KBHI dan pembimbing haji.
Dari pengalamannya itu, mantan aktivis masjid kampus ini mengakui,
sedikitperusahaan jasa penyelenggara haji dan umroh yang secara ketat
mengawasi dan melayani jamaahnya dalam urusan ibadah. Umumnya, begitu
tiba di Tanah Suci, pihak pembimbing melepas begitu saja jamaahnya,
seolah-olah mereka itu sudah paham semua.
“Saya menemui seorang yang ketika hampir pulang, dia tidak bisa
membedakan mana Raudah dan makam Nabi,” ujarnya saat saya temui di
sebuah hotel di depan Majidil Haram.
Ada pula yang menurutnya sudah umum terjadi, baik jamaah haji atau
umroh. Jika sudah pulang dan berada di Bandara Jeddah, semua perilaku
dan dandanan aslinya tatkala di Tanah Air, muncul kembali.Seolah mereka
lupa baru saja menghadap Allah.
“Kalau sudah di Bandara, bisa kita lihat tuh gaya aslinya. Tadinya
rapi menutup aurat, langsung tampil seronok kembali. Bahkan tadinya
khusu’ di masjid, belum satu hari, di pesawat saja sudah tidak sholat.”
Karenanya, Abdul Rasyid menyarankan para calon jamaah memilihi KBIH
dan pembimbing yang benar. Bukan apa-apa, alangkah sia-sia nya
mengeluarkan uang, tetapi sesungguhnya ibadah kita belum tentu di
terima.
“Kasihan kan, sudah keluar uang banyak, taunya ibadahnya banyak yang
batal alias tidak diterima. Udah gitu, kita ke sono (Tanah Suci) kan
menghadiri undangan Allah. Rugi jika kehadiran kita justru hanya sekedar
plesir, gak dapat apa-apa,” ujarnya.*
sumber : arrahmah
Labels:
agama,
Islamku,
kisah nyata,
weleh-weleh
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment